Foto : Kuasa Hukum Febri Anindita
SUMBAWA, LintasRakyat.Net – Kuasa Hukum Febri Anindita yang berkantor di Jalan Mawar bersama rekan-rekan F.A Law Office melayangkan somasi ke Pemda Sumbawa atas dugaan penyerobotan lahan kliennya Agus Salim.
“Ya, surat somasi dilayangkan untuk dan atas nama klien kami Agus Salim beralamat di Jln DR Soetomo Gg. Nuri Rt/Rw, 003/006 Kelurahan Pekat, Kecamatan Sumbawa, Kabupaten Sumbawa, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal (14/2) (Copy Terlampir, red),”kata Febri kepada redaksi ini, Kamis (18/2).
Febri menyebut, dua bidang tanah yang menjadi persoalan tersebut yakni di Desa Kukin, Kecamatan Moyo Utara. Masing masing dengan Nomor Sertifikat Hak Milik Nomor 114 dan Surat Ukur Nomor 33/Kukin/2013 Tertanggal 28 November 2013 seluas 25.000 M2 A.n Kamaruddin, serta Sertifikat Hak Milik Nomor 115 dan Surat Ukur Tertanggal 28 November 2013 seluas 20.000 M2 A.n Adnan.
Lebih lanjut Febri mengungkapkan, ada fondasi (dasar, red) diajukan Somasi ini antara lain yakni tanah/lahan milik kliennya (Agus Salim, red) dibuka dan digarap pertama kali oleh Boyong yang merupakan orang tua dari Kamaruddin dan Adnan.
“Ya, tanah/lahan milik klien kami diperoleh secara sah berdasarkan UUPA No. 5 tahun 1960 Jo PP No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah,”ungkapnya.
Menurutnya, terkait persoalan ini harus dilindungi menurut hukum dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku karena tanah/lahan tersebut melalui jual beli tahun 2013 dari Kamaruddin dan Adnan.
“Setelah peralihan hak atas objek tanah tersebut sejak tahun 2013 hingga saat ini tetap digarap dan dikuasai tanpa pernah mengalihkan ke siapapun,”ujarnya.
Dia menjelaskan, pada tanggal 8 bulan Februari tahun 2021, Pemda melakukan sosialisasi atas lanjutan pembangunan ruas jalan Samota.
“Ironisnya, diketahui bahwa seluas P=200m2 x L= 30m2 lahan milik klien kami merupakan bagian terdampak dari pembangunan jalan tersebut dan hingga hari ini belum diselesaikan ganti rugi yang patut dan layak. Sehingga mengakibatkan kerugian materiil dan immaterial bagi klien kami ini,”terangnya.
Dia pun menegaskan, perbuatan Pemerintah secara nyata dan jelas menyalahi aturan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah dengan cara paksa menduduki dan menguasai lahan/tanah yang tidak ada hak kepemilikannya secara sah.
“Sehingga melalui SOMASI ini, kami menyampaikan kepada Pemda Sumbawa agar dapat memfasilitasi permasalahan yang bergulir ini dengan mengedepankan asas-asas hukum yang berlaku,”tegasnya.
Advokat muda itu berharap agar dapat dilaksanakan dengan baik dalam menyelesaikan permasalahan tersebut secara kearifan lokal dan budaya.
“Jika mengabaikan atau tidak mengindahkan peringatan/somasi ini, kami akan menempuh jalur hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku,” pungkas Febri.
Foto : Sekda Sumbawa Khaeruddin
Sementara itu, Kepala Bidang Pertanahan Setda Sumbawa Khaeruddin menyebutkan, tanah tersebut masuk dalam kawasan hutan, dan sudah diinventarisir.
Menurutnya, semua tanah untuk menjadi jalan samota tersebut panjangnya 24,7 km. Dan yang paling ujung adalah di wilayah Limung. Sudah terbangun dan sekarang ada tambahan pembangunan 5 km akan nyambung dari ujung Limung ke arah Barat. Di tengah – tengah pembangunan jalan tersebut ada kisruh tentang data sebelumnya.
“Ya, sudah kita inventarisir. Namun setelah konsultasi ke BPKH Denpasar selaku pihak yang mengetahui peta kawasan tanah ternyata itu masuk dalam kawasan hutan,”kata Khaeruddin saat ditemui awak media, Kamis.
Dia mengatakan, nah! Yang jadi persoalan itu ada sertifikatnya, dan ini persoalan lain. Jadi, rupanya Pertanahan waktu itu mungkin datanya kurang lengkap atau bagaimana sehingga sertifikatnya terbit.
“Ya, berdasarkan acuan kami (bidang pertanahan setda, red) peta dari BPKH Denpasar perpanjangan tangan dari Kementerian LHK Pusat bahwa kawasan hutan tidak berani kita bayar. Pasalnya, tanah tersebut merupakan tanah negara,”ungkapnya.
Dia menyatakan bahwa, langkah yang akan diambil oleh Pemda Sumbawa sudah tidak ada lagi dan proses pembangunan jalan itu harus tetap berjalan.
“Mestinya, hal tersebut secara hukum legal itu masuk dalam kawasan hutan. Namun, menurut persepsi kami berdasarkan data di BPKH Denpasar itu masuk kawasan hutan,”paparnya.
Khaeruddin mengaku, terkait hal tersebut pihaknya sudah membicarakan dengan pihak – pihak maupun utusan yang datang.
“Saya informasikan hal yang sama bahwa kondisinya apa yang sudah saya jelaskan kepada rekan-rekan media tadi,”cetusnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, berdasarkan data tersebut bagi yang merasa memiliki tanah serta ada hak di situ silakan mengajukan keberatan dengan saluran hukum yang tersedia.
“Kami juga sudah memperoleh informasi dan sudah kami koordinasikan karena kami juga ada tim namanya tim supervisi yang terdiri Polisi serta Kejaksaan,”tegasnya.
Khaeruddin menambahkan, pihaknya pun sudah konsultasikan kepada mereka dan lihat saja perkembangannya. Tapi, yang jelas tidak berani.
“Ya, sebagaimana yang dituntut oleh beberapa utusan yang datang ke sini kami tidak berani karena bermasalah,” tutupnya. (Hendra Jayadi- LR)