">
lintasrakyat.net
  • Home
  • Bima Raya
  • Dompu
  • Sumbawa Raya
  • Lombok Raya
  • Mataram
  • Nasional
  • Islam
No Result
View All Result
lintasrakyat.net
  • Home
  • Bima Raya
  • Dompu
  • Sumbawa Raya
  • Lombok Raya
  • Mataram
  • Nasional
  • Islam
No Result
View All Result
lintasrakyat.net
No Result
View All Result
">
Home Nasional

FSGI : Negara Wajib Cegah Depresi Peserta Didik Akibat Beban PJJ

Redaksi by Redaksi
03/11/2020
in Nasional, Peristiwa
0
332
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp
">

Jakarta, Lintas Rakyat.Net –Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama hampir 8 bulan telah merengut 3 nyawa peserta didik. Kasus pertama meninggalnya seorang siswa SD karena dianiaya orangtuanya akibat sulit di ajarkan PJJ (September 2020). Kasus kedua meninggalnya seorang siswi SMA di kabupaten Gowa yang bunuh diri karena tugas PJJ yang menumpuk (Oktober 2020). Kasus ketiga seorang siswa MTs di kota Tarakan yang bunuh diri karena tugas PJJ yang menumpuk.

Meskipun motif bunuh diri seorang tidak pernah tunggal, namun pada kasus-kasus ini mengindikasi kuat bahwa beban PJJ menjadi salah satu penyebab peserta didik depresi sampai memutuskan bunuh diri. Namun, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyayangkan pihak-pihak yang semestinya melindungi peserta didik, justru selalu buru-buru menyangkal bahwa bunuh diri peserta didik bukan karena PJJ, tetapi selalu diarahkan kepada pribadi anak seperti masalah asmara, masalah perceraian orangtua, dan menuding anak berkarakter lemah. Penyangkalan ini yang pada akhirnya mengakibatkan pelaksanaan PJJ fase 2 secara signifikan tidak ada perubahan.

Masalah ini dibahas dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh FSGI pada Minggu (1/11), dengan narasumber Heru Purnomo (Sekretaris Jenderal FSGI), Fahriza Marta Tanjung (Wakil Sekjen FSGI), Eka Ilham (Ketua Serikat Guru Indonesia (SGI) Kabuaten Bima), dan Retno Listyarti (Dewan Pakar FSGI). Diskusi ini dimoderatori oleh Mansur (Wakil Sekjen FSGI).

Pembahasan diskusi didasarkan pada persfektif perlindungan anak/peserta didik sekaligus perlindungan bagi para pendidik sebagaimana ketentuan dalam peraturan perundangan yang berlaku. Juga ada testimony dan laporan pandangan mata dari sudut pandang pendidik terkait kondisi PJJ fase 2 yang sudah berlangsung hampir satu semester, namun tidak ada perubahan signifikan kea rah yang lebih baik, yang terjadi justru ada korban jiwa dalam pelaksanaan PJJ.

Persoalan PJJ

Pelaksanaan PJJ yang dimulai medio Maret 2020 menimbulkan kegamangan dalam implementasinya di lapangan karena situasi ini benar-benar darurat dan belum pernah dihadapi sebelumnya. Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 sebagai satu-satunya aturan yang ada pada saat itu, tidak banyak membantu implementasi PJJ. Surat Edaran ini hanya mengatur prinsip-prinsip pelaksanaan PJJ tanpa memberikan arahan teknis yang berakibat bentuk PJJ sangat tergantung dengan kemampuan dan kompetensi Dinas dan Sekolah. Akibatnya pelaksanaan PJJ pada fase awal, Semester Ganjil T.P. 2019-2020, pun menimbulkan beberapa masalah diantaranya :

  1. Belum ada aturan teknis yang jelas
  2. Masih menggunakan kurikulum normal : mapel dan jadwal
  3. Tugas menumpuk
  4. Kompetensi guru rendah
  5. Kompetensi ortu rendah
  6. Bongkar pasang model PJJ
  7. Model PJJ disamaratakan
  8. PJJ Membosankan
  9. Supervisi Dinas tidak maksimal
  10. Minim kepemilikan gawai
  11. Kuota internet terbatas
  12. Sekolah tidak memiliki pedoman PJJ

Dari beberapa kendala yang ada kemudian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memang sudah melakukan mengambil beberapa kebijakan, baik yang sifatnya regulasi maupun yang sifatnya operasional. FSGI mencatat beberapa kebijakan tersebut di antaranya adalah :

  1. SE Mendikbud No. 4 Tahun 2020
  2. Laman khusus PJJ bagi guru
  3. Tayangan Belajar TVRI
  4. Relaksasi BOS
  5. SE Sesjen Mendikbud No. 15 Tahun 2020
  6. Laman materi pengayaan
  7. SKB 4 Menteri (Buka Sekolah Zona Hijau)
  8. BOS Afirmasi dan BOS Kinerja
  9. Webinar Guru Belajar
  10. Kepmendikbud No. 719/P/2020
  11. SKB 4 Menteri (Relaksasi Buka Sekolah Zona Hijau dan Kuning)
  12. Pemberian Bantuan Kuota Internet
  13. Mahasiswa mengajar dari Rumah

“Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Kemendikbud tersebut, sedikit banyaknya telah memberikan bantuan agar pelaksanaan PJJ dapat lebih baik. Namun realita yang dirasakan di lapangan, secara umum, terlihat bahwa tidak ada perbaikan yang berarti dalam pelaksanaan PJJ pada fase II, Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2020-2021,” ungkar Fahriza Marta Tanjung, Wakil Sekjen FSGI.

Fahriza menambahkan,”FSGI menemukan persoalan-persoalan yang timbul pada pelaksanaan PJJ fase I masih juga muncul pada pelaksanaan PJJ fase II. FSGI mencatat permasalahan yang timbul pada pelaksanaan PJJ fase II di antaranya adalah (1) Aturan Kemendikbud tidak ditaati Dinas dan Sekolah; (2) Masih menggunakan kurikulum normal : mapel dan jadwal; (3) Tugas menumpuk; (4) Kompetensi ortu rendah; (5) Bongkar pasang model PJJ; (6) Model PJJ disamaratakan; (7) PJJ Membosankan, siswa stress; (8) Supervisi Dinas tidak maksimal; (9) Minim kepemilikan gawai; dan (10) Sekolah tidak memiliki pedoman PJJ”.

“Kondisi terkini di salah satu SMAN di Monta, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) menunjukan semangat belajar dan mengajar secara psikologis mulai menurun, para guru dan peserta didik mulai mengalami kejenuhan menjalankan PJJ,” ujar Eka Ilham, Ketus SGI Kabupaten Bima.

Eka menambahkan “Selain itu, bantuan kuota dari Kemendikbud sampai (31/10) masih ada pendidik dan peserta didik yang belum menerima bantuan kuota. Bahkan ada Wakil Kepala Sekolah yang belum menerima bantuan kuota internet. Oleh karena itu, Kebijakan sekolah adalah tidak membebani anak-anak dengan tugas-tugas yang berat. Saat ini, Kabupaten Bima sedang melakukan simulasi pembelajaran tatap muka, meski zona terus berubah”.

Di salah satu SMKN di kabpaten Bima, PJJ fase 2 belum berubah secara signifikan dibandingkan dengan PJJ fase 1, sehingga kondisi siswa dan guru juga mengalami penurunan semangat dan berkurangnya partisipasi peserta didik dalam mengikuti PJJ. “Bahkan, saat ujian mid semester, hanya 6 orang yang mengumpulkan ujian tengah semester per kelas-nya. Sementara dari 306 siswa di SMKN ini, hampir seluruh kelas XII belum mendapatkan bantuan internet, padahal kendala ujian tengah semester adalah para peserta didik tidak memiliki kuota internet,”ungkap Eka.

Kesehatan Mental Peserta Didik

Dari hasil pemantauan terhadap pelaksanaan PJJ Fase pertama yang hanya berlangsung dari Maret-Juni 2020, peserta didik cenderung mampu mengatasi tekanan psikologis karena pembelajaran tatap muka (PTM) sempat dilakukan selama 9 bulan. Selain itu, guru mata pelajaran, wali kelas dan teman-teman satu kelasnya masih sama dan mereka sudah sempat komunikasi aktif sebelumnya, sehingga sudah saling mengenal dan bisa saling membantu.

“Namun hasil pemantauan pada PJJ Fase kedua, anak-anak lebih sulit mengatasi permasalahan psikologis, sehingga berpengaruh pada kesehatan mental seorang anak/remaja. Karena pada fase 2 ini, anak naik kelas dengan situasi yang berubah, wali kelasnya ganti, guru mata pelajarannya berbeda, dan kemungkinan besar kawan—kawan sekelasnya juga berbeda dari kelas sebelumnya. Sementara peserta didik belum pembelajaran tatap muka sejak naik kelas,” urai Retno Listyarti, Dewan Pakar FSGI.

Retno menambahkan, “Pergantian kelas dengan suasana yang baru tanpa tatap muka, membuat anak-sanak sulit memiliki teman dekat untuk saling berbagi dan bertanya. Akibatnya, kesulitan pembelajaran ditanggung anak sendiri jika anak tersebut tidak berani bertanya kepada gurunya”.

Masalah ketidakmerataan akses terhadap fasilitas pendukung untuk pembelajaran daring maupun luring yang dialami pada anak yang sudah masuk usia sekolah, berdampaknya peserta didik harus mempunyai sistem belajar sendiri, akibatnya ada anak tidak bisa mengatur waktu belajar, ada anak yang kesulitan memahami pelajaran, bahkan ada anak tidak memahami instruksi guru.

Tidak dapat dipungkiri, pandemi ini juga dapat berdampak kepada aspek psikososial dari anak dan remaja di antaranya adalah perasaan bosan karena harus tinggal di rumah, khawatir tertinggal pelajaran, timbul perasaan tidak aman, merasa takut karena terkena penyakit, merindukan teman-teman, dan khawatir tentang penghasilan orangtua.

Orangtua juga bisa menjadi penguat anak, sekaligus bisa menjadi sumber masalah bagi anak-anaknya, misalnya munculnya kekerasan pada anak secara emosional karena tidak memiliki kesabaran mendampingi anak belajar. Diantaranya kekerasan verbal seperti merendahkan kemampuan anak dalam belajar, dan atau menerapkan pola mendisiplinkan anak yang tidak tepat seperti memberikan hukuman dan sanksi yang dianggap bagi sebagian orang tua justru akan membangkitkan semangat pada anak. Padahal, justru sebaliknya, menimbulkan tekanan psikologis bagi anak.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan harus memiliki peran penting dalam membantu masyarakat, orang tua maupun anak untuk memahami apakah dia terdampak secara psikologis. Gejala-gejala umum seperti menurunnya semangat untuk menjalankan aktivitas, mudah marah, dan cepat kehilangan konsentrasi itu memang normal namun tetap harus diperhatikan jika terjadi secara berkepanjangan.

“Kementerian Kesehatan dan Dinas-dinas Kesehatan di daerah harus bersinergi dengan Dinas-dinas Pendidikan Kantor Kemnterian agama di Kabupaten/kota maupun provinsi untuk ikut bantu membina kesehatan mental peserta didik,”ujar Retno.

Upaya pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dalam menangani isu kesehatan jiwa anak dan remaja selama masa pandemi adalah dengan membuat regulasi yang menitikberatkan arah dari setiap kebijakan pada terwujudnya masyarakat yang peduli pada kesehatan jiwa. “Seberapa efektif upaya ini sampai di sasarannya perlu dilakukan monitoring dan evaluasi pasca tewasnya seorang siswi SD karena dianiaya orangtua saat sulit diajari PJJ dan kasus bunuh dirinya suiswa MTs di Kota Tarakan dan siswi SMAN di Kabupaten Gowa,” pungkas Retno.

Rekomendasi

  1. FSGI mendorong para Pengawas, Kepala Sekolah, Guru BK dan Wali Kelas,dan guru mata pelajaran membuat kesepakatan memberi perlindungan dan pemaafan dalam pengumpulan tugas. Bentuk perlindungan terhadap perserta didik bermasalah dalam PJJ, tugas yang diberikan seringan-ringannya baik dari segi KD ( Kompetensi Dasar) ataupun dari segi jumlah soalnya;
  2. FSGI mendorong pihak sekolah dan para guru mengurangi beban psikologis peserta didik dengan mengurangi beban tuntutan pengumpulan tugas, untuk tugas yang sudah menumpuk dan terlanjur tidak dikerjakan di waktu yang lalu diputuskan diberikan pemaafan setelah peserta didik diberikan bimbingan dan pembinaan psikologis Setelah mental peserta didik dibina dan disiapkan untuk mengerjakan tugas yang baru di waktu yang akan datang,itulah yang akan ditagih;
  3. FSGI mendorong sekolah memberdayakan guru Bimbingan Konseling untuk membantu para siswanya yang mengalami masalah kesehatan mental selama masa pandemic covid 19;
  4. FSGI mendorong Kemdiknud untuk menginstruksikan kepada Dinas Pendidikan serta Kemenag terhadap Kantor Kementrian Agama Provinsi dan Kantor Kementrian Agama Kabupaten/Kota untuk memastikan agar mematuhi Surat Edaran Mentri Pendidikan Dan Kebudayaan nomer 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease ( Covid-19 ) dan Surat Edaran Dirjen Pendidikan Islam Kementrian Agama R I noner 285.1 Tahun 2020 Tentang Upaya Pencegahan Virus Covid-19 Tentang Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah ;
  5. FSGI mendorong Dinas Pendidikan di berbagai daerah untuk mewajibkan sekolah menerapkan Kepmendikbud No. 719/P/2020 tentang Pelaksanaan Kurikulum Darurat serta Keputusan Dirjen Pendidikan Islam nomer 279.1 Tahun 2020 tentang Panduan Kurikulum Darurat pada Madarasah . Kurikulum darurat akan meringankan beban belajar siswa, guru dan orang tua sehingga anak tidak stress. Kurikulum darurat memberikan penyederhanaan materi-materi esensial dan sekolah tidak diwajibkan untuk menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas atau kelulusan;
  6. SKB 4 Menteri tidak hanya di tandatangani oleh Mendikbud dan Menteri Agama, tetapi juga Menteri Kesehatan, oleh karena itu FSGI mendesak Kementerian Kesehatan dengan Dinas-dinas Kesehatan di berbagai daerah perlu membantu sekolah, guru dan orangtua mengatasi masalah kesehatan mental anak-anak selama PJJ di masa Pandemi.
  7. FSGI mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi menyeluruh dari pelaksanaan PJJ fase kedua yang sudah berlangsung hampir satu semester ini. Hasil evaluasi dipergunakan untuk perbaikan PJJ, baik dari sisi pemerintah, sekolah, madarasah maupun orangtua untuk membantu siswa belajar dan mengurangi beban psikologisnya selama menjalani PJJ.***
Redaksi

Redaksi

  • Pelaku Penyebar Foto Porno Seorang Perempuan TKW Kuat Diduga Aldino Asal Daha

    Pelaku Penyebar Foto Porno Seorang Perempuan TKW Kuat Diduga Aldino Asal Daha

    613 shares
    Share 245 Tweet 153
  • Tim Puma Polres Bima Tangkap Pelaku Begal Motor asal Renda

    515 shares
    Share 206 Tweet 129
  • Posting Komentar Menyinggung Relawan, FB “Dhyan Yhank Poeput” Akan Dipolisikan

    484 shares
    Share 194 Tweet 121
  • Dugaan Hina Relawan, Pemilik Akun FB “Dhyan Yhank Poeput” Bantah Tegas

    480 shares
    Share 192 Tweet 120
  • Rumah Raffi Ahmad Dirampok Hingga Sopirnya Dibacok Sampai Jarinya Nyaris Putus

    452 shares
    Share 181 Tweet 113
  • Home
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact Us
Telpon/WA: +62 823-5918-2944

© 2021 LintasRakyat.Net

No Result
View All Result
  • Home
  • Bima Raya
  • Dompu
  • Sumbawa Raya
  • Lombok Raya
  • Mataram
  • Nasional
  • Islam

© 2021 LintasRakyat.Net

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In